Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PASAMAN BARAT
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2024/PN Psb RAMLAN Pemerintah Republik Indonesia CQ Presiden Republik Indonesia CQ Kepala Kepolisian Republik Indonesia CQ Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat CQ Kepala Kepolisian Resort Pasaman Barat Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 02 Jan. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2024/PN Psb
Tanggal Surat Selasa, 02 Jan. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RAMLAN
Termohon
NoNama
1Pemerintah Republik Indonesia CQ Presiden Republik Indonesia CQ Kepala Kepolisian Republik Indonesia CQ Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat CQ Kepala Kepolisian Resort Pasaman Barat
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut :

  1. FAKTA HUKUM
  2. Bahwa permohonan Praperadilan ini  diajukan berdasarkan Undang – Udang Nomor 8 Tahun 1981Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), yang mana didalam Pasal 77 berbunyi sebagai berikut :

Pengadilan Negeri Berwewenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang ini tentang :

  1. Sah tidaknya penangkapan , Penahahan , Penghentian Penyidikan atau penghentian Penuntutan ;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasibagi seorang yang perkara pidanya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  3. Bahwa PEMOHON dalam kedudukannya sebagai pihak yang dirugikan akibat Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan  ( SP3 ) yang telah diterbitkan oleh Kepala kepolisian Resor Pasaman Barat dengan Nomor : SPPP/203/XI/2023/Reskrim, tertanggal 22 November 2023.
  4. Bahwa, sebelumnya yakni  pada tanggal 19 Maret 2020 pemohon pernah melaporkan adanya dugaan tindak Pidana Penyerobotan dengan objek lahan yang sama nomor : STTLP/130/III/2020/SPKT-RES PASBAR,  yang mana Surat Pemberitahuan perkembngan Hasil Penyelidikan dengan nomor : SP2HP /114/IV/2020 Reskrim tertanggal 9 April 2020 ( tidak ada kejelasan dan  kelanjutan serta kepastian laporan tersebut hingga sampai saat ini ).
  5. Bahwa, Pada tanggal 16 September 2020 Pemohon melaporkan adanya dugaan tindak Pidana Pengerusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 406 KUHP dengan Tanda Bukti Laporan Pada Polres Pasaman Barat Nomor : STTLP/333/V/2020 -SPKT -RES PASBAR. ( yang mana kabar perkembangan pekaranya tidak diketahui kurang lebih selama 2 tahun ).
  6. Bahwa, Pada Tanggal 24 Agustus 2023, terdapat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan ( SP2HP ) dan yang pada intinya telah melakukan cek/olah TKP ( Tempat Kejadian Perkara, telah memintai keterangan kepada RAMLAN ( PELAPOR ), ANA, WENI, HAMSAR, HENDRA ( TERLAPOR ), ILUSMAYATI dan kemudian Penyelidik/Peyidik akan melakukan gelar perkara.
  7. Bahwa, pada tanggal 22 November 2023. Terdapat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan ( SP2HP ) yang pada intinya  telah dilakukan :

 

  1. Cek/olah TKP ( Tempat Kejadian Perkara ) ;
  2. Telah dilakukan wawancara kepada RAMLAN ( Pelapor ), ANA, WENI, HAMSAR, MUSBAR Pgl  IBAR, BENI HARIANTO Pgl BEBEN, ATE INA Pgl ATE, ILUS MAYATI, NURHAYATI, HENDRA ( Terlapor ) ;
  3. Telah dilakukan penelitian terhadap dokumen/surat berupa :
  • Salinan Putusan Perdata Pengadilan Pasaman Barat Nomor : 10/Pdt.G/2021/PN.Psb, Tanggal 5 Juli 2021;
  • Salinan Putusan Perdata Pengadilan Negeri Pasaman Barat Nomor : 213/PDT/2021/PT.PDG, Tanggal 9 November 2021;
  • Salinan Putusan Perdata Pengadilan Negeri Pasaman Barat Nomor : 35/Pdt.G/2022/PN.Psb tanggal 2 Maret 2023.
  1. Kesimpulan setelah dilakukan gelar perkara bahwa perkara dugaan tindak pidana pengerusakan tanaman yang dilaporkan oleh Sdr. Ramlan tidak terpenuhi unsur sebagai tindak pidana yakni unsur hak milik atas tanaman tidak terbukti sebagai milik sdr.Ramlan.
  2. Bahwa, pada tanggal 22 November 2023 terbit  Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan dengan nomor : B/545/RES.1.10/2023/Reskrim yang diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISAN RESOR PASAMAN BARAT, SEMENTARA Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan ( SP3 ) tidak pernah diberikan kepada Pemohon maupun Kuasa Hukumnya YAKNI nomor : SPPP/203/XI/2023/Reskrim, tertanggal 22 November 2023.
  3. PEMBAHASAN HUKUM DAN POSITA

Penghentian Penyidikan dan Penuntutan ( SP3 ) yang diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Resor Pasaman Barat dengan nomor : SPPP/203/XI/2023/Reskrim, tertanggal 22 November 2023 TIDAK SAH dikarenakan Tanda Bukti Lapor pada Markas Kepolisian Resor Pasaman Barat nomor :   STTLP/333/V/2020 -SPKT -RESPASBAR tertanggal 16 September 2020 DIDUGA KUAT MERUPAKAN TINDAK PIDANA

  1. Bahwa kronologi kasus dimaksud adalah sebagai berikut,
  1. Bahwa sekira Tahun 2014 Nurhayati melakukan penebangan/pengerukan sebanyak 41 ( empat puluh satu ) Batang pohon karet milik Pelapor dengan tanpa izin sdr. Ramlan ( pelapor )  yang kemudian Nurhayati menganti dengan tanaman sawit kurang lebih 31 ( tiga puluh satu ) batang ;
  2. Bahwa sekira Tahun 2016 Nurhayati melakukan penebangan/pengerusakan kembali pohon karet milik sdr. Ramlan ( Pelapor ) sebanyak 18 ( delapan belas ) batang yang kemudian Nurhayati mengganti dengan tanaman kelapa sawit sekitar 18 Batang 
  3. Bahwa pada Tanggal 2 Juli 2019 tanah milik sdr. Ramlan ( Pelapor ) dijual kepada Hendra oleh Nurhayati ;
  4. Bahwa sekira Tahun 2019 Hendra Dkk ( Terlapor ) melakukan Penebangan/Pengerusakan diatas tanah milik sdr. Ramlan ( Pelapor ) yakni 16 ( enam belas ) batang aren, 31 batang kakao ( coklat ), 2 ( dua ) batang manggis, 1 ( satu ) batang durian, 2 ( dua ) batang jambu, 30 ( tiga puluh ) rumpun salak ;
  5. Bahwa sekira Tanggal 6 Agustus 2022 Hendra Dkk ( Terlapor ) melakukan penebangan/pengerusakan kembali yakni pohon karet sebanyak 31 ( tiga puluh satu ) batang, 60 ( enam puluh ) batang kakao/coklat, 2 ( dua ) Batang pohon kelapa, 2 ( dua ) batang pohon manggis.
  6. Bahwa tindakan penghentian penyidikan dan penuntutan ( SP3 ) yang telah diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Resor Pasaman Barat dengan nomor : SPPP/203/XI/2023/Reskrim, tertanggal 22 November 2023. oleh TERMOHON adalah bertentangan dengan hukum dikarenakan kasus ini adalah Pidana, dengan bahan pertimbangan kajian hukum pasal 406 KUHP sebagai berikut :

Pasal 406 KUHPidana ( wetboek van strafrecht ) berbunyi :

“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum membinasakan, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau mehilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama- lamanya 2 ( dua ) tahun 8 ( delapan ) bulan “

Unsur – unsur yang terdapat dalam pasal 406 KUHP ( wetboek van stranfrecht ) tentang pengerusakan tanaman adalah :

  1. Barang siapa ;
  2. Dengan sengaja ;
  3. Dengan Melawan hukum membinasakan, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau Menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama  - lamanya 2 ( dua ) tahun 8 ( delapan ) bulan.
  4. Unsur barang siapa

Barang siapa (hij die) adalah Pelaku atau subjek tindak pidana. Kata ini menunjukkan bahwa siapa saja dapat menjadi pelaku/subjek tindak pidana pada manusia semata-mata, sebagaimana dikemukakan oleh Teguh Prasetyo bahwa, “rumusan tindak pidana dalam buku kedua dan ketiga KUHP biasanya dimulai dengan kata barang siapa. Ini mengandung arti bahwa yang dapat melakukan tindak pidana pada umumnya adalah manusia”.

Jadi, kata barang siapa itu juga menunjukkan bahwa manusia siapa saja dapat menjadi pelaku atau subjek tindak pidana, tetapi badan hukum atau juga koorporasi, bukan pelaku/subjek tindak pidana dalam sistem KUHP.

Bahwa pada dasarnya kata “barangsiapa” adalah merujuk kepada siapa orangnya yang harus bertanggung jawab atas perbuatan/kejadian yang disangkakan itu atau setidak-tidaknya mengenai siapa orangnya yang menjadi Tersangka didalam perkara ini. Tegasnya kata “barangsiapa” menurut putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor :1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 identik dengan “setiap orang” atau “Hij” sebagai siapa saja yanng harus dijadikan Terdakwa/dader atau setiap orang sebagai subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat diminta pertanggung jawaban atas segala tindakan yang dilakukannya;

Bahwa unsur barangsiapa ini melekat pada setiap unsur tindak pidana, oleh karenanya ia akan terpenuhi dan terbukti apabila semua unsur tindak pidana dalam delik tersebut terbukti dan pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, maka unsur ini akan dipertimbangkan setelah unsur kedua terpenuhi.

  1. Unsur dengan sengaja

Pengertian kesengajaan (Bld.:opzet;Lat.:dolus) dijelaskan oleh E. Utrecht bahwa, “menurut memorie van toelichting, maka kata ‘dengan sengaja’ (opzettelijk) adalah sama dengan ‘willens en wetens’ (dikehendaki dan diketahui)”. Jadi menurut risalah penjelasan terhadap KUHP Belanda, suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika perbuatan itu dilakukan dengan dikehendaki dan diketahui.

Sekarang ini, kata ”dengan sengaja” (opzettelijk) itu telah mencakup tiga macam kesengajaan, yaitu :

  1. Kesengajaan sebagai maksud;
  2. Kesengajaan sebagai kepastian;
  3. Dolus eventualis

Berkenaan dengan penggunaan unsur “dengan sengaja” dalam buku kedua (kejahatan) Bab XXVII (menghancurkan atau Merusakkan Barang), oleh S.R. Sianturi dikatakan bahwa : di Bab XXVII Buku II KUHP diatur tentang delik menghancurkan atau merusakkan sesuatu barang. Pada dasarnya delik ini adalah delik sengaja, kecuali untuk barang-barang tertentu (tersebut Pasal 409) yang digunakan untuk umum. Ini berarti jika kehancuran/kerusakan itu terjadi karena suatu ke alpaan, maka penyelesaiannya adalah di bidang hukum perdata atau di bidang hukum administrasi. Untuk yang terakhir ini, jika barang tersebut milik pemerintah.

Bahwa yang dimaksud dengan “sengaja” adalah perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan sadar dan ada niat untuk melakukannya karena akibat dari perbuatannya itu memang dikehendaki olehnya dan yang dimaksud dengan “melawan hukum” adalah perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang, adapun perbuatan tersebut adalah memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Sedangkan perbuatan menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu barang bukan merupakan tujuan dari si pelaku melainkan sebagai bentuk pelampiasan oleh karenanya keinginan atau pun tujuan si pelaku tidak terpenuhi.

 

  1. Unsur Dengan Melawan hukum membinasakan, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya kepunyaan milik orang lain

Dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP, melawan hukum merupakan suatu unsur tertulis. Tentang pengertian dari kata “melawan hukum” (wederrechtelijk) dalam hal merupakan unsur tertulis dikatakan oleh D. Simons, sebagaimana dikutip oleh P.A.F. Lamintang, bahwa, “menurut anggapan umum, nahwa pengertian yang lain daripada ‘tanpa hak sendiri’ (zonder eigen recht)”.

Jadi, pegertian melawan hukum sebagai unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP yaitu pelaku atau subjek tidak berhak atau tidak mempunyai hak untuk berbuat demikian

 

  1. Dihukum penjara selama  - lamanya 2 ( dua ) tahun 8 ( delapan ) bulan.

 

  1. Bahwa dengan demikian TERMOHON telah menciptakan kerugian terhadap PEMOHON yang sebagai Korban dari kejahatan secondary victims sehingga Negara telah melakukan pembiaran terhadap suatu tindak pidana terhadap Rakyatnya. Dan dikarenakan proses penghentian yang dilakukan oleh Kepolisian tanpa alasan yang jelas telah bertentangan dengan ketentuan :
  2. Pasal 1 angka 2 undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan yaitu sebagai berikut :

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal ini menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang telah terjadi dan guna menemukan tersangkanya;

 

  1. Konsiderans KUHAP huruf c menyatakan yaitu sebagai berikut :

“…c. bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum,

keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan undang-undang dasar 1945…”

 

  1. Pasal 28 D ayat (1) undang-undang 1945 menyatakan yaitu sebagai beikut :

“…Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum…”

 

  1. Pasal 28 G undang-undang 1945 menyatakan yaitu sebagai berikut :

“…(1) setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi…”

 

  1. Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negaa Republik Indonesia :

 

“Setiap Anggota Polri wajib:

 

  1. Menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia;
  2. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum;
  3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun diluar tugas;
  5. Memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan;
  6. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat”.

 

  1. Pasal 109 ayat (2) KUHAP tentang konsekuwensi Yuridis dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen Penyidikan tindak pidana yang mengakibatkan TERMOHON melakukan penghentian terhadap kasus yang ditanganinya.

Kriteria penghentian kasus tersebut adalah :

 

  1. Tidak cukup bukti
  2. Bukan merupakan tindak pidana
  3. Penyidikan dihentikan demi hukum

 

Hal.7/Prapid/Ppb – AV/Pdt/2023

 

 

 

 

 

  1. Bahwa seharusnya kasus tindak pidana pengerusakan tanaman yang dilakukan oleh HENDRA DKK dapat dilanjutkan ke Pengadilan sebagai bentuk keadilan atas kewenangan TERMOHON.

 

Apabila dalam Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal tersebut tidak berarti kesalahan TERMOHON tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui Lembaga Peradilan dalam hal ini adalah Lembaga Peradilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang dari kesalahan/ kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini adalah TERMOHON. Tentunya Hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan bahwa karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh Perundang-undangan. Dalam hal ini peranan Hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini di amanatkan dalam Pasal 10 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 10 ayat 1

Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”.

 

Pasal 5 ayat 1

Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

 

Dengan dihentikannya Penyidikan dan Penuntutan  (SP3) yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Peradilan, hal ini di jamin dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi :

Setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi, serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.

Pihak Dipublikasikan Ya